Jakarta, Kompas – Belanja iklan partai politik pada masa kampanye Pemilihan Umum 2009 diyakini akan melonjak dibandingkan dengan belanja iklan politik menjelang Pemilu 2004. Peningkatan belanja iklan organisasi politik bahkan sudah mulai terlihat sejak triwulan pertama 2008.
Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) RTS Masli di Jakarta, Kamis (24/4), mengatakan, lonjakan belanja iklan menjelang Pemilu 2009 didorong oleh pengalaman parpol pada kampanye menjelang Pemilu 2004.
”Pada Pemilu 2004, partai- partai yang paling banyak beriklan mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan anggota legislatif. Dari pengalaman itu, menjelang Pemilu 2009 bisa dipastikan belanja iklan partai politik akan lebih melonjak,” ujar Masli.
Survei Nielsen Media Research seperti dikutip pada buku Iklan dan Politik (2008) menunjukkan, selama masa kampanye Pemilu 2004, PDI-P dan Partai Golkar paling banyak beriklan. PDI-P mengeluarkan dana Rp 39,25 miliar untuk satu bulan kampanye, sedangkan Partai Golkar membelanjakan Rp 21,75 miliar.
Kedua parpol meraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2004.
Sejumlah kalangan menduga, dana kampanye parpol melalui iklan di media massa tidak termasuk iklan media luar ruang, bahkan lebih besar dari dana kampanye yang dilaporkan.
Masli memperkirakan, total belanja iklan pada kampanye Pemilu 2004 menembus Rp 3 triliun atau melonjak hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan realisasi belanja iklan pada kampanye Pemilu 1999. Belanja iklan pada masa kampanye Pemilu 1999 diperkirakan hanya berkisar Rp 35,69 miliar.
Lonjakan belanja iklan menjelang Pemilu 2009 juga akan dipicu oleh masa kampanye yang jauh lebih panjang dibandingkan dengan masa kampanye pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Komisi Pemilihan Umum menetapkan, masa kampanye parpol Pemilu 2009 akan berlangsung selama sembilan bulan, dari 8 Juli 2008 sampai 1 April 2009 (Kompas, 19/4). Padahal, pada Pemilu 2004, masa kampanye hanya satu bulan.
Saat ini, jauh sebelum kampanye Pemilu 2009, belanja iklan politik bahkan sudah meningkat pesat. Iklan politik di luar masa kampanye pemilu antara lain didominasi iklan untuk pemilihan kepala daerah (pilkada).
Survei Nielsen Media Research Indonesia menunjukkan, pada Januari-Maret 2008, belanja iklan pemerintah dan parpol meningkat 62 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2007.
Etika periklanan
Chairman and World President International Advertising Association (IAA) Indra Abidin mengatakan, iklan untuk kepentingan kampanye pilkada, pemilu legislatif, dan pemilihan presiden merupakan lahan baru bagi perusahaan periklanan.
”Saat ini perusahaan periklanan sedang mengkaji jenis iklan politik sebagai produk baru yang digarap,” ujarnya.
Menurut Indra, pemanfaatan iklan dalam masa kampanye juga akan lebih efektif dan aman bagi masyarakat dibandingkan dengan pengerahan massa.
Indra mengingatkan, di tengah pesatnya perubahan dalam industri komunikasi saat ini, peningkatan ketaatan pada etika moral dan tanggung jawab profesi periklanan kian mendesak.
”Sekarang ini siapa saja dengan mudah bisa beriklan melalui internet dan telepon seluler. Studio dan event organizer juga bisa membuat iklan. Namun, berapa banyak dari mereka yang bisa membuat iklan itu memahami etika?” tanya Indra.
Namun, Indra menekankan, profesionalitas bisnis periklanan justru akan ditunjukkan oleh integritas perusahaan tersebut. Iklan yang ditayangkan melalui media massa juga dipastikan terseleksi oleh kode etik media yang bersangkutan. (DAY)
Tulisan ini dikuip dari Kompas Cetak, Jumat, 25 April 2008