BANDA ACEH – Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin memperketat aturan penggunaan dan sumber dana kampanye partai politik peserta Pemiliu 2009. Di antara aturan tersebut, satu partai politik hanya dibenarkan membuka satu rekening bank sebagai akses penerimaan sumbangan dana dari pihak ketiga.
Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Abdul Salam Poroh kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (31/7) menyebutkan, kebijakan ini sudah diatur KPU untuk menghindari adanya aliran dana liar masuk dalam rekening parpol. Selain itu, juga untuk memudahkan akuntan publik mengaudit setiap dana yang digunakan parpol selama masa kampanye.
“Kita sudah mengusulkan kepada parpol untuk membuka rekening khusus untuk dana kampanye. Setiap parpol hanya boleh membuka satu rekening. Tidak mesti di bank pemerintah, di bank mana saja juga boleh, yang penting satu bank,” kata Abdul Salam Poroh.
Berbeda dengan Pemilu yang lalu, aturan tersebut tidak diterapkan, sehingga ada partai politik yang memiliki lebih dari satu rekening di beberapa bank. Kondisi ini menyebabkan sulitnya mengaudit keuangan parpol.
Abdul Salam Poroh menambahkan, KIP juga menetapkan jumlah sumbangan minimal dan maksimal yang boleh diterima setiap parpol, baik dari lembaga maupun perseorangan. “Kepada setiap penyumbang harus mencantumkan identitas diri karena penggunaan dana kampanye tersebut akan diperiksa akuntan publik yang ditunjuk KPU,” katanya.
Kewalahan
Pada bagian lain, Abdul Salam menyebutkan, saat ini KIP Aceh merasa kewalahan karena terus-terusan menerima keluhan dan pertanyaan dari berbagai pihak terkait belum adanya panitia pengawas pemilu (panwaslu). Pasalnya, hingga saat ini proses kampaye di Aceh tidak diawasi oleh panwaslu.
Menurut Abdul Salam, persoalan itu sudah disampaikan kepada KPU Pusat dan Bawaslu, baik secara langsung maupun melalui Komisi A DPR Aceh. Terkait masalah ini, katanya, Bawaslu sempat menyoal tentang komposisi Panwas Aceh yang beranggota tujuh orang, sedangkan di daerah lain, hanya lima orang.
Semestinya, kata Abdul Salam, hal tersebut tidak menjadi masalah karena perekrutan Panwas di Aceh berpedoman pada UU Nomor 11/2006. Demikian pula soal usia anggota Panwas, menurut qanun berusia 30 tahun, tapi menurut UU Nomor 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu, 35 tahun.
Abdul Salam mengatakan, beberapa persoalan tersebut membuat proses pelantikan panwas di Aceh sedikit mengambang. “Kita berharap, persoalan ini jangan dijadikan kemelut. Apakah Bawaslu menerima atau menolak, ataupun meminta kembali DPR Aceh memperbaikinya. Tapi sampai hari ini tidak ada jawabannya,” kata dia.
KIP juga berharap Pemerintah Aceh perlu segera menentukan sebuah lokasi strategis untuk sosialisasi 40 atribut partai politik peserta Pemilu 2009 kepada masyarakat yang hingga kini belum ditindaklanjuti. “Kita sudah meminta kepada pemerintah Aceh, namun sampai saat ini belum ada tindakan kongkret dari pemerintah,” ujarnya.(sar)
Source : Serambi Indonesia