siwah.com

The New Era in Aceh Edutainment

Political Marketing

Menimbang Keikutsertaan Parpol Lokal

Para pengurus partai politik lokal (baru) bisa bernapas cukup lega. Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nanggroe Aceh Darussalam, akhir Mei 2008, menyatakan 12 partai politik lokal lulus dalam verifikasi status badan hukum.

Status badan hukum itu akan menentukan bisa atau tidaknya partai politik (parpol) lokal mendaftar ke Komite Independen Pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam (KIP NAD). Proses ini menjadi penting karena akan menjadi pintu utama bagi parpol lokal untuk bisa ikut dalam pesta demokrasi tahun 2009.

Namun, sebelum mendaftar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta sudah menutup pintu pendaftaran. Pada 31 Mei, KPU sudah mengumumkan jumlah partai yang lolos verifikasi administrasi dan melanjutkan proses verifikasi faktual di lapangan, mulai awal hingga akhir Juni 2008.

Pasal 17 Ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan, penetapan parpol peserta pemilu akan dilakukan dalam sidang pleno KPU.

Ayat selanjutnya menyatakan, penetapan nomor urut parpol sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh wakil semua parpol peserta pemilu.

”Apakah nantinya KPU akan mengumumkan parpol peserta pemilu sudah termasuk parpol lokal di Aceh atau tidak? Sampai sekarang belum tahu jawabannya,” kata Ilham Saputra, Wakil Ketua KIP Aceh, di Banda Aceh.

Legalitas dan perdamaian

Ketua Tim Verifikasi Partai Politik KIP NAD Robby Syahputra mengatakan, sejauh ini belum ada kesamaan pola pikir antara pengurus KPU pusat dan KIP mengenai keikutsertaan parpol lokal sebagai peserta pemilu. ”Meski sudah ada dasar hukum mengenai keikutsertaan parpol lokal di Aceh untuk ikut serta dalam pemilu tahun depan,” katanya.

Pendirian parpol lokal dalam nota tersebut dijamin keberadaannya oleh konstitusi RI. Nota kesepahaman damai antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 memberikan jaminan bagi rakyat Aceh untuk membentuk parpol sendiri, terpisah dari kepengurusan parpol nasional yang telah ada.

Bab XI Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah menyatakan, penduduk Aceh berhak mendirikan partai politik. Hal ini dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.

Terbuka lebarnya peluang untuk membentuk parpol lokal disambut antusias oleh masyarakat Aceh. Muncul belasan parpol lokal, dengan berbagai ideologi, termasuk para kombatan GAM yang tergabung dalam Komite Peralihan Aceh.

Meski sempat beberapa kali berganti nama, terkait dengan keinginan politik pemerintahan Jakarta untuk menghapuskan ideologi separatisme, kombatan GAM menyebut dirinya Partai Aceh. Juru bicara Partai Aceh, Teungku Adnan Beuransyah, mengatakan, partai ini menjadi wadah bagi para anggotanya untuk mentransformasi diri dari gerakan militer menjadi gerakan politik-sipil.

Menurut Robby, sebenarnya tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak memberikan peluang bagi parpol asal Aceh ikut serta dalam pemilu tahun depan. Berbagai aturan yang menjamin keikutsertaan parpol lokal asal Aceh harus menjadi dasar bagi lembaga penyelenggara pemilu untuk memberikan peluang parpol lokal ikut pada pesta demokrasi tahun 2009.

Hasil penelitian Aceh Institute, yang dilakukan beberapa waktu lalu, menunjukkan, pendirian partai lokal memberikan kontribusi yang signifikan pada proses perdamaian di Aceh. Kedekatan jarak konstituen dengan para pengurus partai yang berlokasi di sekitar wilayah Aceh membuat proses penyampaian aspirasi politik konstituennya menjadi lebih mudah.

Tumbuhnya partai lokal, menurut hasil penelitian itu, memberi warna dalam ranah politik di Indonesia. Gagalnya partai nasional menumbuhkan kepercayaan rakyat dapat diantisipasi dengan munculnya partai-partai lokal yang diharapkan lebih aspiratif dalam proses pembuatan kebijakan.

Partai lokal juga dipercaya bisa membuat kebijakan yang lebih bernuansa lokal dan khas Aceh sehingga persoalan reintegrasi akan masuk dalam proses pembentukan UU tersebut.

Masalah

Berbeda dengan rekan-rekannya yang lain di tingkat nasional, para pengurus parpol lokal harus berhadapan dengan ketidakpastian partainya ikut serta dalam Pemilu 2009. Selain waktu yang sangat mendesak untuk dapat disahkan sebagai parpol peserta pemilu, berbagai aturan yang sampai saat ini belum usai dibahas di tingkat provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menjadi kendala tersendiri.

”Masalah waktu yang menjadi kendala utama,” katanya.

Ilham menjelaskan, yang dimaksud dengan waktu di sini adalah waktu untuk melakukan pendaftaran, verifikasi administrasi, dan verifikasi faktual parpol lokal. ”Qanun atau peraturan daerahnya sampai sekarang belum selesai dibahas di DPR Aceh,” katanya.

Ilham mengakui, pihaknya masih tetap menunggu berbagai aturan yang terkait dengan pelaksanaan keikutsertaan parpol lokal yang saat ini sudah berada di DPR Aceh. Ilham mengatakan, KIP NAD memang memikirkan membuka peluang pendaftaran parpol lokal sebagai calon peserta pemilu untuk tahun mendatang. ”Tetapi, peluang untuk adanya gugatan keabsahan proses pendaftaran parpol lokal di masa yang akan datang sangat besar. Itu yang tidak diinginkan,” katanya.

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP NAD Zainal Arifin menyatakan, sebaiknya lembaga ini menunggu hingga rancangan qanun mengenai keikutsertaan parpol lokal pada pemilu disahkan oleh DPR Aceh.

Robby mengatakan, kalau mengikuti jadwal yang telah ditetapkan KPU pusat, proses pemilu di Aceh akan sedikit molor dari jadwal yang telah ditentukan. KPU sendiri sudah mengumumkan hasil verifikasi administrasi terhadap calon partai peserta pemilu tahun depan dan akan dilanjutkan dengan proses verifikasi faktual.

Sementara itu, proses di Aceh belum sampai sejauh itu. ”Pendaftaran tidak bisa dimulai tanpa adanya dasar hukum. Ya qanun itu sebagai dasar hukum semuanya,” kata Robby.

Dia menjelaskan, apabila mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KIP NAD hanya memiliki waktu selama satu bulan saja untuk melaksanakan beberapa kegiatan, seperti pendaftaran, verifikasi administrasi, sampai verifikasi faktual. Hal tersebut dilakukan berbarengan dengan kegiatan verifikasi faktual parpol di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang akan dilaksanakan oleh KIP NAD dan KPU seluruh Indonesia.

Ilham menambahkan, KIP sudah mempersiapkan berbagai aturan terkait dengan proses yang akan dijalani parpol lokal.

”Tidak berbeda jauh dengan yang sudah disiapkan KPU karena mengacu pada peraturan yang sama,” katanya.

Manajer Politik Partai Rakyat Aceh Rahmat Djailani mengatakan, meskipun banyak pihak optimistis dengan proses pembuatan peraturan di tingkat DPR Aceh, semua pihak tetap harus mengawasi jalannya proses pembahasan tersebut. Mahdi Muhammad

Tulisan ini dikutip dari kompas.com, 6 Juni 2008

1 COMMENTS

Leave a Reply

Saya adalah dosen di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Research Interest: Political Marketing, Market Orientation, Marketing Communication