IDI – Konflik lintas partai politik (Parpol) yang belakangan kerap terjadi di Aceh akibat perbedaan kepentingan politik, termasuk aksi penghilangan dan pengrusakan atribut partai dinilai dapat menggiring perdamaian Aceh ke ujung tanduk. Bahkan berpotensi melahirkan konflik baru di Bumi Serambi Mekkah.
Penilaian ini disampaikan Ketua GeMPAR-ACEH, Auzir Fahlevi, SH melalui siaran pers diterima Waspada Online di Idi, tadi malam. Menurutnya, jika konflik ‘bawah tanah’ antar parpol berlanjut, secara perlahan menimbulkan kekecewaan massa pendukung parpol yang merasa menjadi korban. Kekecewaan ini bukan mustahil bakal bermuara pada aksi balas dendam berbau anarkis, hingga menyulut api konflik baru sesama masyarakat Aceh.
“Potensi buruk ini sebenarnya bisa dicegah sejak dini, jika semua elit politik maupun simpatisan mau berbesar hati serta menyadari bahwa proses perhelatan demokrasi (Pemilu) harus dilatarbelakangi prinsip kedewasaan berpolitik, terutama dalam menghargai hak politik seseorang atau kelompok. Dengan demikian, dipastikan Pemilu legislatif di Aceh, 9 April berlangsung fair dan demokratis tanpa kekerasan,” jelasnya.
Lagipula, lanjut Auzir, eksistensi setiap Parpol di Aceh, baik Partai Nasional (Parnas) maupun Partai Lokal (Parlok) memiliki hak dan kedudukan sama di mata hukum. Kedua kategori Parpol ini dipayungi sebuah aturan resmi dalam bingkai konstitusi RI. Kalau ditafsirkan dalam konteks pemasangan atribut, berarti Parpol apapun yang berkeinginan memasang baliho atau bendera di mana pun, itu dibolehkan sela-ma tidak bertentangan dengan keten-tuan serta aturan yang dijalankan KIP dan Panwaslu.
Karena itu kata Auzir, kalau pemasangan bendera Parpol tertentu malah mengundang kemarahan dari Parpol lain, ini merupakan kesalahan besar dan patut dianggap sikap kekanak-kanakan dalam berpolitik. Sebab, semua Parpol punya hak eksis dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sesuai UU Pemilu UU No. 10/2008.
“Dengan kata lain, tidak ada istilah hanya satu Parpol tertentu yang boleh eksis di Aceh, karena aturan mana pun tidak menyebutkan demikian, termasuk dalam MoU Perdamaian Helsinki,” tandas Auzir Fahlevi.
(irw/wsp)
Source : Waspada Online