Jakarta, Kompas – Rakyat makin cerdas dalam demokrasi. Uang tak serta-merta menaikkan elektabilitas calon pemimpin. Namun, motif ekonomi masih menentukan pilihan politik rakyat, terutama dalam pemilu kepala daerah dan jumlah pemilih relatif kecil.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry mengemukakan hal itu di Jakarta, Senin (17/12), mencermati elektabilitas calon-calon pemimpin yang diperkirakan akan bertarung dalam Pemilihan Umum 2014.Umar mengatakan, ”Saat ini kita tidak bisa pukul rata. Untuk kasus pemilu kepala daerah bupati dan wali kota, baik berdasarkan survei LSN maupun temuan para pemantau di lapangan, uang terbukti sangat efektif menaikkan elektabilitas sekaligus memenangi pilkada, apalagi di daerah-daerah yang jumlah pemilih relatif kecil atau di bawah 500.000 orang.”
Hasil survei LSN di sejumlah daerah menunjukkan, lebih dari 50 persen responden bersedia menerima uang dari kandidat. Sebagian besar mengaku akan memilih kandidat yang memberi uang paling besar.
Umar mengatakan, dalam survei, responden memang menjawab faktor kapabilitas, program kerja, rekam jejak, dan personalitas kandidat sebagai alasan utama. Namun, jika secara khusus ditanya apakah akan menerima jika ada kandidat yang memberi uang, mayoritas mengaku akan menerima.
Pragmatisme pemilih tumbuh karena parpol nihil melahirkan calon pemimpin populer berintegritas. Karena itu, setiap menghadapi kontestasi pilkada, mereka cenderung menempuh jalan pintas. Mereka menggunakan uang agar kandidat yang diusung dapat dipilih rakyat.
Meski demikian, Umar menyatakan adanya anomali dalam kasus Pilkada DKI yang memilih Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Basuki). Popularitas karena integritas mereka mengalahkan politik uang dan isu primordial. Kebanyakan pemimpin berintegritas di negeri ini rendah popularitasnya.
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya Lalu Mara Satria Wangsa mengatakan, Golkar terus berupaya meningkatkan elektabilitas capres Aburizal Bakrie. ”Memang survei internal Golkar masih menunjukkan elektabilitas Partai Golkar belum dapat dilampaui Aburizal. Partai Golkar masih sekitar 22 persen, sementara Aburizal 18 persen, tetapi perbandingannya makin kecil dalam survei internal dari waktu ke waktu,” ujar Lalu Mara. (OSA)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.