JAKARTA–MI: Ketua Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi menyatakan lembaga survei yang merangkap sebagai mesin politik calon di Pilkada hendaknya memproklamirkan diri.
Pasalnya, selama ini masyarakat menganggap lembaga survei ada di ranah akademik. Sehingga, apabila lembaga survei rangkap itu tidak memproklamirkan diri sebagai mesin politik calon tertentu maka akan timbul polemik di masyarakat.
“Polemik itu benar saja terjadi, demo di beberapa daerah itu adalah wujud kemarahan masyarakat karena mereka merasa dibohongi oleh lembaga survei,” ujar Jojo yang dihubungi oleh Media Indonesia, Kamis (10/7).
Oleh karenanya, tambah Jojo, lembaga survei itu harus memproklamirkan diri secara terbuka kepada masyarakat. Bahwa, sambung dia, lembaga survei itu bisa dijadikan mesin politik untuk menyukseskan kandidat.
“Lembaga survei rangkap itu harus berani menyatakan lembaganya bukan lembaga akademik. Sehingga, masyarakat bisa menilai mana lembaga survei yang benar-benar obyektif mana yang tidak,” cetusnya.
Namun demikian, Jojo mengakui memang perbuatan lembaga survei yang merangkap itu sah-sah saja. Karena, tambah dia, memang tidak ada aturan kode etik yang berlaku mengikat bagi lembaga survei. Seharusnya, usulnya, lembaga-lembaga survei itu duduk bersama untuk merumuskan kode etiknya. “Persis seperti media yang kode etiknya diatur oleh dewan pers,” katanya mencontohkan. (*/OL-03)
Source : Media Indonesia