BANDA ACEH – Harapan Pemerintah dan masyarakat Aceh akan kehadiran tim pemantau asing pada Pemilihan Umum (Pemilu) April 2009 nanti, sepertinya bakal tidak tercapai. Pemerintah Pusat dikabarkan tidak akan mengundang pemantau asing untuk memantau pelaksanaan pemilu pertama pascaperdamaian di Aceh.
Kepala Komisi Uni Eropa Kantor Aceh, John Penny, dalam konfrensi pers di Kantor Uni Eropa Banda Aceh, Selasa (3/2), mengungkapkan, walau keputusan pemerintah tentang keterlibatan tim pemantau asing belum final, namun dapat dipastikan pemerintah tidak akan mengundang pemantau asing. “Keputusan memang belum final. Namun sudah dapat dipastikan, RI tidak akan mengundang tim pemantau asing dalam pemilu nanti,” katanya.
Ia menambahkan, “tidak bisa dipungkiri bahwa seluruh elemen masyarakat Aceh mengharapkan adanya tim pemantau dari Uni Eropa.”
Pun demikian, sambung John Penny, diskusi-diskusi tentang keterlibatan Uni Eropa dalam Pemilu 2009 masih terus berlangsung sejak beberapa bulan terakhir dan akan segera diketahui hasilnya dalam beberapa hari ke depan. “Saya sendiri akan ke Jakarta untuk berbicara mengenai hal ini,” ujar dia.
Dari sisi pemerintah, John Penny mengatakan bahwa pemilu Indonesia sudah memenuhi standar berdemokrasi sehingga Uni Eropa tidak perlu memantau pelaksanaan pemilu. Penilaian tersebut berlaku secara keseluruhan di wilayah Indonesia, tidak hanya di Aceh. Ia menambahkan, Uni Eropa juga berkomitmen tidak akan membiayai lembaga swadaya masyarakat (NGO/LSM) asing maupun lokal yang memantau pelaksanaan pemilu di Indonesia, termasuk Aceh.
Namun demikian, John Penny menegaskan bahwa Uni Eropa siap diundang sebagai pemantau, termasuk menyediakan dana bagi NGO asing dan lokal yang akan memantau Pemilu 2009 di Indonesia, termasuk Aceh. “Pemilu nanti mungkin berbeda dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) beberapa waktu lalu di Aceh yang banyak melibatkan tim monitoring (pemantau) yang disebar di setiap daerah di Aceh,” ujarnya.
Meski tidak diundang sebagai pemantau asing, tidak lantas membuat Uni Eropa tidak mau tahu terhadap kondisi Pemilu 2009 di Indonesia. Sebab sebagaimana diutarakan John Penny, pada bulan Februari ini, utusan dari negara-negara Uni Eropa akan berkunjung ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk Aceh, sekaligus ingin melihat secara langsung pelaksanaan Pemilu.
Diperkirakan utusan negara Uni Eropa yang bakal datang nanti berjumlah 20 orang, delapan di antaranya berasal dari anggota perlemen Eropa. “Kunjungan itu sebenarnya adalah visit tahunan biasa, tidak ada kaitannya dengan pemilu,” ujar John Penny.
Optimis akan lancar
Ditanya tentang pandangannya terhadap pelaksanaan Pemilu 2009 di Aceh, terutama terkait dengan sejumlah aksi pengrusakan baliho dan atribut partai, dan serta laporan adanya intimidasi dan aksi teror lainnya, John menyatakan pihaknya tetap optimis Pemilu di Aceh tetap akan berjalan aman dan lancar. “Selain itu, masyarakat Aceh juga sudah pintar memilih para jagoannya,” ujar John.
Meski demikian, dia mengingatkan, sesuai dengan MoU Helsinki bahwa, keamanan internal ––termasuk pemilu–– daerah merupakan tanggung jawab Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sedangkan TNI bertanggung jawab terhadap keamanan eksternal, yakni keamanan dari pihak luar. “Ini penting sekali untuk menumbuhkan kembali kepercayaan diri polisi,” tandas Kepala Komisi Uni Eropa Banda Aceh itu.
Menurut John, Aceh yang memiliki sejarah konflik selama beberapa dekade, serta dengan usia perdamaian yang masih sangat muda, baru berjalan tiga tahun, masih butuh waktu untuk belajar berdemokrasi. “Amanat MoU adalah untuk merubah perang ke damai dan institusi-institusi politik,” demikian ujar John.
Ia juga mengingatkan pentingnya perdamaian Aceh bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. “Kita sadar, pertumbuhan ekonomi Aceh ke depan sangat tergantung pada perdamaian yang sedang dirintis. Selain itu, secara fundamental hubungan internasional masih sangat dibutuhkan. Itu sebabnya Uni Eropa akan berada di Aceh hingga 2012,” demikian John Penny.(yos)
Source : Serambi Indonesia, 4 Februari 2009