JAKARTA–MICOM: Pamor Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu merosot tajam, disalip PDIP sebagai partai oposisi.
Perubahan suara yang fluktuatif terjadi, karena ikatan psikologis antara partai dan pemilih rendah. Partai-partai yang berkuasa di DPR sekarang, terancam tidak dipilih kembali pada Pemilu 2014 mendatang.
Kesimpulan itu mengemuka dalam paparan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Minggu (29/5).
“Walaupun Demokrat masih mendapat dukungan besar, tapi kecenderungan sentimen pemilih terhadapnya menurun. Persaingan paling terlihat hanyalah antara Demokrat dan PDIP,” ujar Peneliti Utama LSI Saiful Mujani.
Dalam survei yang dilakukan pada 10 Mei hingga 25 Mei tersebut menunjukkan, trend suara Partai Demokrat hanya 18,9%. Padahal, saat pemilu 2009 Demokrat meraup 20,85%.
Partai Golkar juga bernasib sama, tren suaranya menurun dari 14,09% pada pemilu 2009, dalam survei LSI menjadi 12,5%. Sementara PDIP sebagai oposisi, suaranya melejit dari 14,45% menjadi 16,7%.
“Namun demikian, Golkar tidak mampu menarik pemilih baru, karena secara keseluruhan Golkar tidak mengalami kemajuan. Angin segar berada di PDIP sebagai oposisi, karena lebih mampu menjaga pemilih lama dan mampu menarik pemilih baru,” jelasnya.
Jumlah sampel dalam survei ini sekitar 1.220 orang yang dilakukan diseluruh Indonesia, dengan margin of error sebesar ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Syaiful menjelaskan lebih lanjut, pemilih partai sangat tidak stabil, karena ikatan dan tingkat kepercayaan kepada partai rendah. Hal ini terlihat, ketika responden ditanya apakah merasa dekat dengan partai tertentu.
Sebanyak 78,8% menjawab tidak dekat, hanya 20% yang menyatakan dekat, sedangkan 1,2% mengaku tidak tahu.
“Ini mengindikasikan bahwa mayoritas pemilih mengambang. Mungkin menunggu partai atau calon yang lebih meyakinkan, atau mungkin tidak akan memilih.”
Dengan keadaan saat ini, sambung dia, partai-partai yang berkuasa di DPR sekarang terancam tidak dipilih kembali oleh sebagian pemilihnya.
“Besarnya pemilih mengambang merupakan kesempatan untuk perubahan dan perbaikan politik, apakah lewat penguatan kinerja partai yang ada, maupun bagi lahirnya partai baru,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Psikologi Politik UI Hamdi Muluk menilai, tidak adanya identitas dan ciri khas dari partai-partai ini, membuat mereka mengambil jalan pengkaderan instan.
Mencari tokoh-tokoh populer ataupun para pengusaha untuk menarik simpati masyarakat.
“Partai-partai akan berburu orang populer yang tidak dalam konteks politik, atau yang punya modal. Kalau partai sadar punya identitas, mereka tidak akan jorjoran kampanye.”
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli menilai, pelembagaan partai politik yang rendah, membuat keuangan partai tergantung cukong-cukong yang diangkat menjadi kader.
“Selama ini kader menjadi mesin uang. Uangnya tidak jelas apakah dari persaingan sehat atau tidak,” tuturnya seraya menambahkan, sebaiknya didirikan Badan Usaha Milik Partai, agar keuangan parpol bisa diaudit PPATK. (OL-12)
Source : Media Indonesia
Posted with WordPress for BlackBerry.