Banda Aceh – Kemampuan penyelenggara pemilu dalam memfasilitasi warga untuk mengikuti pemilu masih sangat rendah. Penyelenggara pemilu yang memiliki otoritas membuat pemilu secara adil dalam seluruh tahapan belum melaksanakann fungsinya secara tepat.
“Kemampuan penyelenggara pemilu dalam memfasilitasi sangat kedodoran sehingga banyak mengabaikan hak-hak politik warga negara,”kata Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, di Banda Aceh, jumat (10/4).
Menurut beliau kemampuan ini lebih buruk dibandingkan dengan penyelenggaraan pemilu di masa orde baru. Dimasa orde baru masyarakat dimobilisasi untuk melaksanakan hak pilihnya. “Namun sekarang masyarakat yang secara sukarela ingin memilih kehilangan hak pilih karena alasan-alasan administrasi,”tukasnya.
Masyarakat tidak mendapat undangan untuk memilih, tidak tahu apakah namanya tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT), ataupun informasi keberadaan TPS merupakan beberapa hal yang menjadi penghambat masyarakat menggunakan hak pilih, ujar Ifdhal Kasim, yang telah 3 hari berada di Aceh berkeliling memantau pelaksanaan pemilu.
Ifdhal memberikan contoh. ”Di sebuah TPS Aceh Tengah, terdapat 300 nama dalam DPT sedangkan yang datang memilih hanya 50 orang, sehingga mereka sangat cepat menyelesaikan perhitungan suara,”jelasnya. Informasi yang dia dapatkan menunjukkan banyak warga yang tidak mengetahui keberadaan TPS sehingga gagal datang memilih.
”Orang di golput-kan oleh penyelenggara pemilu bukan karena mereka ingin golput, hal ini bukan saja terjadi di Aceh namun juga terjadi di seluruh Indonesia,”katanya.
Seorang pengacara senior, J.Kamal Farza menceritakan pengalaman yang sama. ”Saya berusaha datang ke TPS membawa tanda pengenal, ternyata nama saya tidak ada dalam DPT, akhirnya saya batal memilih,”ujar pengacara yang juga mantan aktivis anti korupsi tersebut. [M.Nizar Abdurrani/theglobejournal.com]