Home > Education > Political Marketing > “Jika Kisruh, KIP Harus Bertanggungjawab”

“Jika Kisruh, KIP Harus Bertanggungjawab”

BANDA ACEH – Gerakan Nasional Calon Independen mengingatkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) agar berpegang pada Undang Undang Pemerintahan Aceh dan Qanun sebagai pedoman Pilkada Aceh 2011 ini.

“Persoalan pilkada Aceh masih menjadi multi tafsir di kalangan elit Aceh. Jangan sampai KIP membuat tafsir lagi. Berpedomanlah pada aturan yang sudah berlaku,” kata Safaruddin, Ketua GNCI Aceh, kepada The Atjeh Post di Banda Aceh, Minggu 1 Mei 2011.

Safaruddin menilai, para elit politik di Aceh saat ini sedang menjalankan program menebar kebingungan di tengah masyarakat. “Masyarakat sekarang sedang menonton para elit berteori untuk kepentingannya masing-masing, dan mencari pembenar pada semua teori yang menguntungkannya,” kata Safaruddin.

“Jadi, sekarang ini saatnya perlu KIP yang bukan menciptakan kebingungan baru. Jadilah penerang buat pencerahan politik bagi masyarakat Aceh.”

Jadi, kata Safaruddin, jangan sampai KIP datang mencari-cari dalil yang membuat pelaksanaan Pemilukada di Aceh menjadi abnormal. “Ini akan merugikan semua pihak khususnya keuangan pemerintah aceh akan terbuang percuma jika pemilukada nanti cacat hukum,” katanya. “KIP jangan jadi biang memperkeruh suasana dan mempermainkan rakyat Aceh.”

Safaruddin melihat sebuah gejala tidak sehat dalam politik di Aceh. Salah satunya, dia mencium gelagat untuk menyingkirkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dalam pelaksanaan Pilkada 2011 ini. “Padahal kehadiran mereka adalah berdasarkan konstitusi. Jika mereka dipinggirkan, ini artinya mereka hendak memperkosa produk hukum yang sah. DPRA adalah perwujudan masyarakat Aceh, sebab dipilih secara demokrasi. Artinya, para elit ini hendak menafikan keberadaan masyarakat Aceh lewat wakil-wakilnya itu.”

Secara khusus Safaruddin mengecam Staf Ahli Gubernur M.Jafar yang menyebutkan bahwa pemberitahuan DPRA tidak mengikat KIP dalam pelaksanaan pemilukada di Aceh. Bahkan dia juga mengkritik Mawardi ismail, seorang Staf Ahli Tata Negara dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang juga Staf Ahli Gubernur Aceh, yang mengusulkan Pemilukada dilaksanakan dengan Qanun No 7/2006 dan Pergub.

Menurut Safaruddin, dua orang ahli hukum itu hendak mencari-cari dalil untuk menafikan keberadaan DPRA. “Ini cukup krusial dan berbahaya bagi martabat DPRA. Dan ini berarti juga hendak menyingkirkan martabat rakyat Aceh secara keseluruhan. Janganlah untuk kepentingan diri sendiri lalu merusak sistem yang sudah sah. Ini juga bisa melukai hati rakyat Aceh,” katanya.

“Saya bertanya Apa jadinya pemilukada Aceh tanda keterlibatan DPRA? Dapatkan mereka jelaskan apa konsekuensi nya jika DPRA tidak di libatkan.” Untuk itu, GNCI mengajak seluruh komponen masyarakat untuk mendorong DPRA untuk segera menuntaskan Qanun pemilukada dengan tetap mengakomodir calon Independen dalam Qanun.

GNCI juga meminta kepada KIP Aceh agar jangan memaksakan pelaksanaan pemilukada tanpa Qanun seperti yang diamanahkan dalam UUPA. “Jika Pemilukada ini dipaksakan dan timbul konflik maka yang harus bertanggung jawab itu KIP Aceh,” kata Safaruddin. Sebab, katanya, berbagai elemen masyarakat sudah menyampaikan aspirasi terhadap pelaksanaan pemilukada Aceh, dan mari kita hormati UUPA dan memikirkan Aceh ini yang masih dalam masa transisi konflik dan masa konsolidasi demokrasi.

Source : AtjehPost.com

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Survei: Banyak Masyarakat Belum Tahu Pemilu 2019 Serentak
Tak Ada Ideologi Politik di Jabar
PKS di Pilgub Jabar tanpa Konsultan Politik Eep Saefullah Fatah
Polmark Ungkap Faktor Signifikan Kemenangan Anies-Sandi

Leave a Reply