Jakarta, Kompas – Peluang lebar terbuka bagi pengurus dan anggota partai politik untuk mengikuti pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau DPD pada Pemilihan Umum 2009. Dengan catatan, mereka tinggal di provinsi yang hendak diwakili.
Demikian putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (1/7), atas permohonan uji materi yang diajukan DPD selaku institusi, anggota DPD, kesatuan masyarakat hukum adat, dan perorangan terhadap Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008.
Putusan MK menyatakan, syarat ”bukan pengurus dan/anggota partai politik” untuk calon anggota DPD bukan merupakan norma konstitusi yang implisit melekat pada Pasal 22 E Ayat 4 UUD 1945.
MK hanya mengabulkan ”syarat domisili di provinsi” untuk calon anggota DPD. Syarat itu merupakan norma konstitusi yang implisit pada Pasal 22 C Ayat 1 UUD 1945.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 12 Huruf c dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD adalah konstitusional bersyarat. Kedua pasal tersebut tetap memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai memuat syarat domisili di provinsi.
Empat dari sembilan hakim mengajukan dissenting opinion, yaitu HAS Natabaya, I Dewa Gede Palguna, Moh Mahfud, dan Harjono. Dalam dissenting opinion yang dibacakan I Dewa Gede Palguna, permohonan itu seharusnya ditolak seluruhnya karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 51 UU MK.
Selain itu, jelas Palguna, MK tak dapat mengabulkan permohonan uji materi karena substansi permohonan yang diajukan menghendaki MK menambah ketentuan dalam pasal-pasal UU No 10/2008. Hal itu tidak dapat dilakukan mengingat MK adalah negative legislator. Itu merupakan kewenangan pembentuk UU selaku positive legislature.
Disayangkan
Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita menyayangkan putusan MK, yang justru tidak mengabulkan permohonan yang paling mendasar, yaitu bahwa DPD haruslah berasal dari unsur perseorangan. DPD akan menentukan langkah selanjutnya dalam rapat paripurna yang akan digelar hari Rabu ini.
Imbas putusan MK, menurut Ginandjar, profil DPD hasil Pemilu 2009 akan berbeda dengan DPD sekarang. Sekalipun atas nama perseorangan, partai politik akan mengirimkan calonnya ke DPD. Sekalipun tidak formal, mungkin akan ada ”fraksi parpol” di DPD. ”Semoga perkembangan ini membawa kebaikan dan perbaikan bagi sistem demokrasi kita ke depan,” kata Ginandjar.
Secara terpisah, mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar) menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi harus diapresiasi. Dari sisi teknis tidak ada hal yang mengganggu pelaksanaan tahapan Pemilu 2009 karena memang tidak ada norma baru.
Sejak perancangan undang- undang, Pansus memersepsikan provinsi tidak boleh disekat sebagai wilayah eksklusif.
Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan mengubah aturan persyaratan calon anggota DPD sesuai dengan putusan MK. ”Kami menunggu amar putusannya, seperti apa yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi ke KPU. Yang jelas memang akan ada perubahan peraturan KPU,” kata anggota KPU, Endang Sulastri.
KPU akan melihat terlebih dahulu apakah mengenai syarat domisili yang dikabulkan oleh MK itu langsung bisa diubah dengan peraturan KPU atau memerlukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).
Jimly: usir Laode
Ketua MK Jimly Asshiddiqie sebelum memulai sidang mempersoalkan pernyataan Wakil Ketua DPD Laode Ida yang ”mengancam” apabila permohonan uji materi DPD tidak dikabulkan, ia akan mengusulkan amandemen konstitusi dan mempersoalkan eksistensi MK (Kompas, 1/7).
Jimly mempertanyakan apakah itu sikap institusi atau perorangan. ”Ini mohon menjadi catatan bagi semua agar hati-hati membuat pernyataan. Pejabat negara tidak boleh sembarangan berbicara. Kalau Laode hadir di sini, kami sudah tetapkan dalam rapat, dia harus diusir,” ujarnya.
Secara terpisah, Laode menilai sikap Jimly berlebihan. ”Bukankah seorang hakim konstitusi adalah negarawan? Pantaskah seorang negarawan bersikap seperti itu? Wow luar biasa,” ujar Laode.
Menurut dia, akan lebih elegan kalau Jimly menjawab kritik melalui media, bukan di dalam sidang. (ANA/SIE/SUT/DIK)
Tulisan ini dikutip dari Kompas.com