Home > News > Opinion > PAN dan Marketing Politik

Zaman sudah membunuh ideologi. Partai politik bukan lagi adonan dari aspal keyakinan, pasir prinsip, batu moral dan kerikil falsafah yang akan mengantar pada tujuan kesejahteraan. Parpol kini tak lebih dari sekadar papan reklame yang menjadi penghias sepanjang jalan. Sementara jalanannya sendiri ganti dibangun dari pondasi kepentingan.

Tak percaya? Coba apa masih laku menggelar rapat akbar partai di tengah lapangan minus musik dangdut? Apa masih jitu mengetuk rumah orang menawarkan program? Masih untung lho kalau tidak dijawab bantingan pintu. Atau coba saja tanya caleg PDIP apa ideologi partainya? Mayoritas paling hanya mampu menunjuk gambar besar Soekarno.

Berdagang ideologi di masa kini hanya akan jadi bahan tertawaan. Karenanya di masa kampanye ini, pendekatan kepada massa tak bisa meniru model klasik. Publik tak lagi bisa di-agitasi cukup dengan jargon dan catatan way of life parpol. Cara itu hanya akan menghasil yang apatis menjadi kian skeptis, sementara yang mengambang akan kian melongo tak mampu mencerna mimpi yang dijajakan.

Di tengah kebingungan itu, PAN (Partai Amanat Nasional) kiranya membuat langkah strategis. Di tangan Soetrisno Bachir (SB) yang pedagang itu, PAN menggunakan pendekatan pasar. Publik bukan didudukkan sebagai warga negara yang menentukan nasib bangsa 5 tahun ke depan, tapi lebih pada layaknya kerumunan orang yang berlalu lalang di pusat-pusat grosir. Pikatlah mereka dengan casing yang menarik!

Yupp….casing itu bernama selebriti. PAN terhitung parpol paling jor-joran yang mencantumkan selebriti dalam daftar caleg-nya. Paling sedikit ada 19 pesohor pop di PAN. Banyak yang menduga langkah ini agar PAN tak amblas dalam Pemilu 2009. Formulanya sederhana saja, tak kenal maka tak sayang. Selebriti yang dikenal khalayak tentu lebih punya peluang di-contreng orang.

Mungkin ada benarnya PAN memilih langkah ini. Sebagai parpol besar, PAN tak lagi punya tokoh yang bisa menjadi episentrum perhatian calon pemilih. SB tidak dikenal sebagai tokoh politik dengan visi yang moncer, sedangkan momentum Amien Rais sudah lewat. Sementara dari sisi organisasi, PAN juga bukan partai kader yang solid.

Dus, jika dengan cara lama, tak banyak harapan untuk mempertahankan jumlah kursi PAN di DPR. Satu di antara sedikit cara yang bisa dilakukan adalah merekrut selebriti sebagai caleg. SB bukannya tanpa risiko mengambil langkah itu. Cibiran sudah pasti banyak, sampai-sampai ada idiom PAN sebagai plesetan Partai Artis Nasional.

Tapi coba jangan memandang dari sudut tersebut. Mari coba berpikir sebagai orang marketing . Pemilih mayoritas bukanlah kelas menengah yang mencibir di luar sana, tapi orang-orang marginal yang hanya mampu menghibur dirinya dengan tontonan gratis bernama acara TV. Dan disanalah, para selebriti itu eksis. Di lihat dari sisi ini, PAN telah membuat terobosan cerdas yang tak banyak diikuti pesaingnya.

Apalagi konon bisik-bisiknya, SB punya rencana canggih pada project etalase caleg tersebut. Para caleg artis hanya difungsikan sebagai vote getter dalam Pemilu 2009. Bilamana mereka terpilih, mereka duduk di Senayan tak akan lebih dari 1 tahun saja, setelah itu akan di-PAW (satu-satunya tali kekang parpol pada anggotanya) untuk digantikan dengan caleg yang lebih piawai berpolitik. Sementara si artis, akan diberi kompensasi yang setimpal.

Taruhlah 19 artis yang menjadi caleg PAN berhasil tembus ke Senayan, dan kompensasi per orang asumsikanlah Rp 2 miliar, SB hanya cukup merogoh koceknya Rp 38 miliar untuk menguasai 19 kursi di DPR. Ini ongkos yang jauh lebih murah daripada jor-joran iklan seperti yang dilakukan Gerinda, Demokrat dan Golkar belakangan ini.

Apakah seperti itu? Tak usah terlalu percaya, namanya juga gosip. Lagipula jika taktik marketing politik ala PAN itu benar adanya, masih perlu dibuktikan dulu hasilnya dalam Pemilu 2009. Untung besar atau malah buntung sekalian. Namun apapun, sebagai tindakan survival PAN telah berani membuat terobosan.
Oleh : Budi_Santoso

Source : Politikana.com

You may also like
Suara Rakyat, Suara Siapa?
SBY dan Anomali Presidensial
Musim ‘Kawin’ Politik
Politik Kaum di Aceh

Leave a Reply