Ujang Zaenal Abidin (40 th)—Caleg DPRD Lebak tak bakal menduga akhirnya ia menjadi pesakitan hamba hukum. Persoalan bagaimana membiayai kampanyenya yang semakin lama menguras kantongnya, membuatnya mata gelap. Ketika uang habis, satu satunya jalan adalah menjarah kebun kepala sawit milik penduduk desa sebelah.
Pemilu sudah merupakan investasi dan banyak orang yang terlibat berusaha meraup kemakmuran melalui ajang lima tahunan ini. Perputaran uang dalam kampanye sangat tinggi. Tidak salah forecast dari pertumuhan ekonomi mikro tahun 2009 akan banyak berasal dari dana politik. Termasuk industri kreatif, seperti cetak kaos, film iklan sampai media penanyangan.
Tidak ada angka pasti berapa uang yang telah dikeluarkan setiap partai, kandidat Presiden atau caleg. Tak ada yang tahu nilai ladang minyak Hashim Djojohadikusumo di Kazakshtan yang dijual untuk biaya kampanye kendaraan politik kakaknya., Prabowo. Ada yang bilang antara ratusan sampai diatas satu milyar dollar.
Seorang anggota DPR , anggota Partai penguasa dan sekaligus bintang iklan mengatakan kepada saya. Partainya telah menggelontorkan hampir 250 milyar sampai bulan ini saja. Padahal masih ada hitungan 6 bulan kedepan sampai pemilihan Presiden. Sementara secara pribadi untuk biaya kampanye dirinya sendiri sebagai caleg DPR periode kedepan, si tokoh ini sudah menghabiskan dana 250 juta rupiah.
Soetrisno Bachir akhirnya harus melempar handuk. Tinggal glanggang colong playu. Harga nilai sahamnya di Bumi Rescources anjlok dari kapitalisasi 150 juta dollar hanya tinggal 5 juta dollar.
Bekas teman kuliah yang pernah menjadi Direktur Kampanye Pilpres Amien Rais dulu, mengatakan Soetrisno sudah menghabiskan lebih dari 60 milyar untuk rangkaian iklan ‘ Hidup adalah perbuatan ‘.
Saat ini lebih masuk akal dia mundur begitu kantongnya mulai kembang kempis.
Memang benar program, ketokohan dan issue issue politik menjadi momentum menggaet massa. Tapi tanpa modal untuk menggelindingkan roda roda kampanye, semuanya jadi sia sia.
Dengan begitu banyaknya perputaran dana politik, masuk akal jika begitu banyak pat gulipat, tikus tikus partai yang mencoba mengambil keuntungan. Komisi, sogokan, semuanya bercampur baur sesak dalam waktu pemilu yang tinggal sedikit.
Ada saja oknum oknum yang menjadi maling. Makanya lazim untuk pembuatan atribut, cetakan sampai biaya film kampanye, semuanya meminta pembayaran di depan, atau setidaknya 50 %. Pengalaman kampanye kampanye masa silam yang banyak meninggalkan tunggakan sablon sampai iklan.
Para tokoh partai – terutama yang kalah – semua cuci tangan, dan kabur.
Lupakan moral, atau dari mana partai berasal. Produser saya baru saja mengeluh, beberapa oknum dari Partai agama meminta uang pelicin sebesar 30 % dari nilai penawaran biaya produksi film iklannya.
Saya hanya terperanjat. “ Lha ini katanya orang sholeh, sholat jengking “, Begitu melihat fulus langsung berubah menjadi preman.
Saya percaya ini terjadi disemua lini. Jika si partai penguasa yang sudah menggelontorkan hampir 250 milyar tadi. Bisa jadi 30 % nya juga menguap ke tangan tangan setan disekelilingnya.
Menurut analogi yang berlaku umum di dunia marketing, biasanya 5 sampai 10 % dari biaya promosi lari ke biaya pembuatan produksi film iklan. Berarti dari 250 milyar tadi, hampir sebesar 12 – 25 milyar. Kalau melihat kualitas film film iklannya yang buruk dan murah. Masuk akal juga dana produksi sesungguhnya jauh dibawah itu. Sisanya kemana ? ya masuk ke dana tactical fund.
Ini baru di produksinya, belum media penayangan, belum biaya sosialisasi lainnya. Masya Allah.
Sebegitu kayaknya para partai partai besar ? dari mana mereka memiliki dana tersebut ?. Tunggu dulu, dengan mengecualikan Gerindra yang kemungkinan besar dari kocek keluarga. Banyak partai mengandalkan patron patron politik dan bisnis binaannya sejak dulu.
Sewaktu meeting pembuatan iklan dengan seorang mantan pejabat Oder Baru, tiba tiba telpon genggamnya berbunyi. Tak lama kemudian dia tersenyum dan berbicara kepada peserta rapat. “ Wah si anu bisa menyumbang sekian milyar untuk produksi kita “.
Saya pura pura terus mengetik di laptop saja. Si anu adalah salah satu businessman binaannya sejak dulu.
Saya juga teringat hampir 5 tahun lalu, ketika membuat video pertanggungjawaban Akbar Tanjung pada Munas Golkar di Nusa Dua Bali. Karena saya professional, mau partai dunia akhirat atau partai Indonesia emas, tetap saya terima pesanannya. Video sepanjang 30 menit itu sempat melambungkan kembali nama Akbar Tanjung untuk terus memimpin Golkar. Standing ovation begitu video ini selesai diputar.
Bisik bisik di seputar lorong kamar kamar Hotel Westin bahwa Yusuf Kalla yang terdesak konon memerintahkan dana talangan dari Aburizal Bakrie. Hari itu juga terbang sebuah pesawat carter membawa uang tunai ratusan milyar dari Jakarta.
Akbar hanya berbisik lirih. Sambil menantap nanar kepada team kampanyenya “ Uang saya tidak sebanyak mereka “. Ia akhirnya melepaskan jabatannya.
Begitu banyaknya kolusi, korupsi dari sebuah proses pemilihan umum yang justru demokratis. Kalau sudah begini apakah kita percaya bahwa mereka yang sudah begitu banyak mengeluarkan dana akan bersikap tanpa pamrih begitu mereka berkuasa ?
Tentu saja pertama tama adalah mengembalikan modal yang telah keluar atau dipinjam dari sana sini. Akhirnya negara ini hanya menjadi sapi perah. Sayang, Ujang Zaenal Abidin tak bisa mewujudkan mimpinya. Sel panas dan bernyamuk lebih cocok untuknya daripada ruang dewan yang terhormat.
Oleh : Iman Brotoseno
Source : Politikana.com, 14 Maret 2009