SLEMAN, KOMPAS – Kaum penderita cacat tubuh (difabel) masih mengeluhkan akses yang sulit di tempat pemungutan suara. Selain itu, hak kaum tunanetra untuk mendapatkan pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia juga ”teraniaya” dengan petugas yang sering kali mencobloskan pilihan mereka.
Hal itu terungkap dalam acara sosialisasi pemilu untuk kaum difabel yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sleman di kantor KPU Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (17/12).
Pardiono (45), pemilih tunanetra dari Kecamatan Godean, mengatakan, dari pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, kerahasiaan pilihannya dalam bilik suara tidak terjaga. Petugas tempat pemungutan suara (TPS) dan saksi partai ikut masuk ke bilik suara. ”Bahkan, petugas yang mencobloskan surat suara,” katanya. Hal itu dirasakan sangat melanggar hak untuk mendapatkan pemilu yang ”luber”.
”Petugas seharusnya hanya membantu kaum difabel untuk membuka dan melipat kertas suara, serta menyiapkan template yang membantu tunanetra untuk membaca surat suara,” katanya.
Suparno (41), penderita cacat yang menjadi anggota pemantau independen untuk kaum difabel pada Pemilu 2004, mengatakan, hak-hak difabel terlanggar, salah satunya disebabkan petugas TPS tidak mengetahui kegunaan dan cara menggunakan template itu.
Anggota KPU Sleman, Sriyatiningsih Budi Lestari, mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti keluhan-keluhan kaum difabel tersebut.
Dia berjanji untuk mengadakan sosialisasi dan pelatihan kepada petugas TPS mengenai pendampingan kepada kaum tunanetra, terutama soal penggunaan template. (ENG)
Source : kompas.com