JAKARTA – Departemen Dalam Negeri (Mendagri) masih mengkaji Qanun Nomor 3 Tahun 2008 tentang Partai Politik Lokal (Parlok) apakah bertentangan dengan undang-undang di atasnya atau tidak. Depdagri sudah membentuk tim, namun saat ini belum menyimpulkan apa pun dari qanun tersebut.
Qanun tersebut, antara lain, memuat persyaratan wajib baca Alquran bagi calon legislatif, baik yang berasal dari parlok maupun partai nasional (parnas).
Sumber Serambi di Depdagri, Senin (7/7) menyatakan belum ada kesimpulan apa pun tentang qanun yang kontroversial itu. Tim yang dibentuk sedang melaksanakan kerjanya, membuat kajian menyeluruh mengenai isi qanun apakah bertentangan atau tidak dengan undang-undang di atasnya.
Penegasan sumber Serambi tersebut sekaligus menampik isu yang beredar sejak siang kemarin di Banda Aceh bahwa Depdagri sudah menyatakan penilaian akhir terhadap qanun tersebut, yakni menolak persyaratan wajib mampu baca Quran bagi caleg dari parnas.
Berbagai kalangan menilai, qanun tersebut kontroversial karena ikut mengatur persyaratan bagi caleg dari parnas, yakni mempersyaratkan kemampuan baca Quran. Sama dengan syarat bagi caleg yang berasal dari parlok.
Diperkirakan, dalam dua atau tiga hari ini, menurut sumber Serambi, Depdagri akan menuntaskan kajiannya dan segera memberi jawaban kepada Gubernur Aceh.
Belum terima info
Sementara itu, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, mengaku belum menerima informasi apa pun mengenai hasil kajian Depdagri mengenai Qanun Nomor 3 Tahun 2008 tersebut.
Menurut Irwandi, sejak awal ia sudah menduga akan ada masalah dalam qanun tersebut. “Terutama terkait pasal 13 dengan pasal 36 yang akan bertabrakan dengan undang-undang di atasnya,” ujar Gubernur Irwandi yang saat dihubungi Serambi per telepon tadi malam mengaku sedang berada di Kalimantan Timur menghadiri PON XVII.
Tidak keberatan
Secara terpisah, pendiri Partai Bersatu Atjeh (PBA) yang juga Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR/DPD RI, Ahmad Farhan Hamid, menyatakan tidak keberatan adanya persyaratan wajib baca Quran bagi caleg asal Aceh.
“Upaya implementasi syariat Islam bisa kita terima. Hanya, karena mengingat akan ada ribuan caleg dari puluhan partai (nasional dan lokal), maka KIP hendaknya dapat membuat mekanisme dan teknis membaca Quran yang memenuhi syarat, tapi tidak memberatkan. Misalnya, cukup membaca ayat pendek saja, tidak perlu seperti dalam musabaqah tilawatil Quran,” cetus Farhan Hamid.
Mengenai syarat lain, seperti keterangan sehat, menurut Farhan, itu pun cukup tingkat puskesmas saja, tidak perlu harus general check up segala. Undang-undang tidak meminta itu (general check up -red). “Yang penting, bentuk surat keterangannya sesuai dengan form yang dikeluarkan KPU,” kata mantan dosen Farmakologi pada Fakultas Kedokteran Unsyiah ini. (fik)
Tulisan ini dikutip dari serambi indonesia online