Masalah dana kampanye pemilihan umum (pemilu) adalah suatu hal yang sangat penting, baik pada pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan presiden. Jangan sampai anggota legislatif dan presiden terpilih nantinya dikendalikan oleh para penyandang dana.
Lebih-lebih apabila penyandang dana tersebut mempunyai agenda tersendiri yang dapat merugikan kepentingan umum. Masalah ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 2002 tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Presiden. Berdasarkan pengalaman dan kelemahan pada pemilu yang lalu,bagaimanakah sebaiknya pengaturan masalah ini, khususnya terkait dengan masalah transparansi dan akuntabilitasnya?
Pengalaman dan Kelemahan yang Lalu
Berdasarkan pengalaman pada pemilihan umum yang lalu terdapat beberapa permasalahan dan kelemahan. Pertama, adanya penyumbang fiktif. Artinya nama orang yang tidak pernah menyumbang dipakai seolah-olah yang bersangkutan menyumbang sejumlah uang.
Kedua, Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) tidak punya kemampuan untuk mengecek kebenaran penerimaan dana kampanye pemilu yang berasal dari sumbangan.
Ketiga, pertanggungjawaban dana kampanye sangat mengandalkan akuntan publik yang hanya diberi waktu satu bulan untuk melakukan audit.
Keempat, hanya rekening yang dilaporkan saja yang dimonitor, sementara sumbangan di luar rekening yang dilaporkan tidak terpantau sama sekali.
Kelima, ada juga penyumbang yang tidak pernah ketahuan asal-usulnya, mungkin saja berasal dari dalam atau luar negeri. Kelemahan tersebut berupaya diatasi dengan UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang juga mengatur masalah transparansi dan akuntabilitas sumbangan yang diterima partai.
Demikian juga UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah mengatur masalah ini dan akan diatur juga di dalam UU Pemilihan Presiden. Walaupun demikian, pengaturan tersebut belum memadai.
Perlu perbaikan, khususnya dalam rancangan UU tentang Pemilihan Presiden yang sedang dibahas DPR. Peraturan yang ada belum mengatur beberapa masalah krusial. Pertama, larangan penyumbang fiktif. Kedua, surat kuasa kepada KPU atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memantau penerimaan sumbangan dana kampanye. Ketiga, larangan penggunaan rekening lain yang tidak dilaporkan sebagai tempat penampungan dana. Keempat, larangan sumbangan berasal dari hasil tindak pidana dan dengan tujuan pencucian uang. Di samping itu, audit dana kampanye relatif singkat, yaitu satu bulan.
Usulan
Untuk lebih menjamin transparansi dan akuntabilitas penerimaan dan penggunaan dana kampanye beberapa perbaikan dapat dilakukan. Kalau perbaikan tidak dapat dilakukan dalam bentuk UU, KPU dapat berperan dengan membuat peraturan yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Hendaknya dibuat larangan adanya sumbangan dana kampanye yang fiktif. KPU dan Bawaslu perlu melakukan verifikasi ke lapangan untuk mengecek kebenaran sumbangan.
Ini sangat penting. Dulu ketika ditemukan adanya penyumbang fiktif, tidak pernah dilakukan verifikasi oleh KPU dan Panwaslu. Ketika dilakukan pengecekan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat, ternyata ditemukan sumbangan fiktif. Ada orang yang tidak pernah menyumbang, namanya dicatut seolah-olah menyumbang.
Bahkan pernah ditemukan seorang tukang becak seolah-olah menyumbang kepada satu partai tertentu. Di samping itu, KPU dan atau Bawaslu perlu diberi surat kuasa substitusi dari partai, tim sukses, atau calon untuk memantau penerimaan dana kampanye melalui rekening yang sudah dilaporkan atau melalui rekening lain. Kalau KPU atau Bawaslu tidak sempat melaksanakan tugas pemantauan penerimaan dana kampanye, tugas ini dapat dibantu oleh instansi lain.
Pemberian surat kuasa ini walaupun belum diatur dalam UU, dapat saja diterapkan KPU karena tidak bertentangan dengan ketentuan. Menurut UU Perbankan No 7 Tahun 1992–sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998, pemilik rekening dapat memberikan kuasa atau memberikan persetujuan tertulis kepada pihak lain untuk mengetahui isi rekeningnya (Pasal 44a).
Di samping itu perlu juga diatur bahwa sumbangan kepada partai, calon, atau tim suksesnya bukanlah berasal dari hasil tindak pidana dan bukan dengan tujuan pencucian uang. Hal ini untuk mencegah agar sang calon tidak tercemar dengan uang hasil kejahatan atau dipengaruhi oleh pelaku kejahatan yang memiliki uang banyak.
Sementara itu, untuk akuntan publik yang memeriksa pertanggungjawaban partai politik, tim sukses dan calon harus diberi waktu yang cukup mengingat pekerjaannya yang luas meliputi seluruh wilayah Indonesia. Waktu satu bulan dirasakan kurang sehingga perlu dipertimbangkan untuk menambah waktu tersebut.
Pemanfaatan NPWP
Ada pemikiran untuk menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk mengatasi masalah penerimaan dana kampanye. Penggunaan NPWP memang dapat membatasi sumbangan dana kampanye tetapi tidak bisa menjamin bahwa sumbangan dana kampanye itu tidak fiktif atau bukan berasal dari tindak pidana.
Apalagi pemilikan NPWP didasarkan pada pemilikan kartu tanda penduduk (KTP) yang belum rapi administrasinya. Kalau satu orang memiliki lebih dari satu KTP, orang itu pun masih mungkin memiliki lebih dari satu NPWP. Menggunakan NPWP hanya akan menghambat penduduk yang tidak memiliki NPWP untuk menyumbang tetapi tidak akan berhasil mengatasi masalah transparansi dan akuntabilitas penerimaan dan penggunaan dana kampanye pemilihan umum.
Untuk mengatasi kelemahan dalam peraturan yang ada di KPU dapat mengambil inisiatif memperbaiki kekurangan tersebut, misalnya dengan meminta kuasa dari calon atau tim suksesnya untuk memeriksa rekening yang dilaporkan atau rekening lain. Dalam RUU Pemilihan Presiden seharusnyalah kekurangan dalam peraturan perundang-undangan yang ada dapat diatasi sehingga pemilihan presiden dapat berjalan lebih baik dengan hasil yang ideal. (*)
Yunus Husein
Kepala PPATK dan anggota Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
Tulisan ini merupakan opini pribadi(//mbs)
Sumber : Okezone.com