Jakarta, Kompas – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewaspadai adanya hasil survei dan polling yang dipesan pihak-pihak tertentu. Presiden bisa memahami kemarahan rakyat yang diekspresikan lewat pilihan politik yang direkam hasil survei atau polling yang dapat dipercaya.
”Saya selalu menerima hasil survei atau polling yang dapat diandalkan, dapat dipercaya. Bukan (survei atau polling) pesanan pihak-pihak tertentu yang sejak awal sudah minta hasilnya seperti ini atau seperti itu,” ujar Presiden dalam pengarahan Program Pendidikan Reguler Angkatan ke-42 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/12).
Menurut catatan Kompas (lihat tabel), sejumlah survei atau polling antara lain mengunggulkan Partai Demokrat maupun Yudhoyono.
Presiden mengatakan, survei atau polling merupakan metode politik modern untuk mengetahui denyut nadi, pikiran, dan perasaan rakyat.
”Kalau bagus, saya bersyukur. Kalau jelek, saya juga terima untuk dikelola. Tetapi perlu diingat, ada cermin yang bisa menipu. Di kaca, kita sering kelihatan langsing, padahal nyatanya gemuk,” ujar Presiden.
Soal kesalahan survei, menurut Presiden, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dilakukan lembaga internasional. Umumnya data yang digunakan tidak diperbarui bertahun-tahun untuk membuat penilaian. Karena kesalahan fatal ini, Indonesia kerap dirugikan.
”Tidak selalu lembaga penilaian internasional itu obyektif seperti yang kita inginkan,” ujarnya.
KPU tak punya kompetensi
Sementara itu, penolakan atas wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengakreditasi lembaga survei pelaksana hitung cepat atau quick count pemilu terus berlanjut. Selain KPU tidak memiliki kapabilitas mengakreditasi lembaga survei, rencana itu dinilai justru akan mengganggu KPU mempersiapkan tahapan pemilu yang masih banyak terbengkalai.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) serta Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional Umar S Bakry di Jakarta, Selasa kemarin, mengatakan, AROPI menolak wacana akreditasi lembaga survei oleh KPU. Selain dianggap membatasi kebebasan lembaga survei, KPU juga tidak memiliki kompetensi, baik secara keilmuan maupun metodologi, dalam mengakreditasi lembaga survei.
”Kalaupun ada akreditasi, yang pantas melakukan adalah asosiasi dari komunitas lembaga survei sendiri karena memiliki kompetensi ilmiah untuk memberikan penilaian,” katanya.
Secara terpisah, mantan anggota KPU yang kini menjadi Ketua Bidang Politik Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengatakan, lembaga survei sebaiknya diberikan kebebasan menjalankan perannya. Hal utama yang harus dijaga adalah etika lembaga survei saat melakukan hitung cepat.
Lembaga survei tidak boleh menyatakan pemenang pemilu dan wajib mengumumkan batas toleransi kesalahan pada setiap hasil surveinya. (MZW)
Source : kompas.com, 3 Desember 2008