Jakarta, Kompas – Pasangan calon presiden-wakil presiden tidak cukup hanya menyampaikan visi-misinya yang sangat umum.
Pasangan calon harus menyampaikan rencana kerja untuk lima tahun. Rencana kerja itu merupakan janji politik yang bisa ditagih jika pasangan bersangkutan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
Menurut Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Jumat (30/5), ketentuan tersebut bisa dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut Lukman, rencana program lima tahun itu dibutuhkan agar rakyat bisa membandingkan antarpasangan calon. Visi-misi yang terlalu umum, seperti pada pemilu sebelumnya, tidak cukup membantu rakyat memilih secara rasional. Visi-misi yang terlalu umum juga tidak bisa menjadi pegangan bagi rakyat untuk mengetahui, mengawasi, dan menagih janji calon jika terpilih.
Konsekuensi lain dari usul tersebut, Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara pemilu mesti memfasilitasi dialog antara pasangan calon dan konstituennya. Apabila memungkinkan, dialog difokuskan pada rencana program kandidat di semua provinsi jika terpilih.
Selain itu, dalam RUU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, F-PPP antara lain juga mengusulkan adanya koalisi permanen. Parpol yang tergabung dalam koalisi harus membuat perjanjian tertulis. Perjanjian itu mengikat setidaknya dalam lima tahun ke depan. Hal tersebut akan memilah tegas antara parpol pemerintah dan parpol oposisi.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai positif usul koalisi permanen sebagaimana muncul dalam daftar inventarisasi masalah fraksi DPR atas RUU Pemilu Presiden. Namun, penetapan koalisi sebaiknya dilakukan secara terbuka dan dilakukan pascapemilihan, bukan di awal, karena akan lebih susah menjamin kelanggengan koalisi.
Qodari juga mengapresiasi usul pelaksanaan pemilu presiden berbarengan dengan pemilu legislatif. Bahkan, jika niatnya adalah penguatan pemerintahan, sebaiknya pemilu presiden dilaksanakan lebih dulu ketimbang pemilu legislatif sehingga ada bandwagon effect, di mana rakyat cenderung memilih parpol dari kandidat presiden yang menang.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menilai, DPR dan pemerintah masih bisa menjadikan UU Pemilu Presiden lebih bermakna jika dapat mendorong interaksi yang kuat antara calon, parpol, dan rakyat. Mekanisme pencalonan mutlak didesain secara transparan dan partisipatif. (DIK)
Tulisan ini dikutip dari Kompas Cetak Online, 31 Mei 2008